PALADANGKU; Gerakan Inklusif Pemanfaatan Bahan Bacaan Bermutu Berbasis Komunitas Dari Desa

Program Lapak Baca Perpustakaan Rumah Baca Pangngadakkang (Baca Buku Gratis Es Teh)



Oleh: Abdul Jalil (RELIMA Lokus Kabupaten Takalar)


Takalarterkini.com, - Takalar. Keterlibatan semua orang dalam upaya peningkatan, pengembangan, dan pemasyarakatan budaya baca dengan ragam aktivitas menjadi tugas bersama. Memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang sama untuk mendapatkan layanan membaca. Masyarakat literat akan menciptakan lingkungan yang kaya akan inklusifitas, mampu mengayomi semua eleman masyarakat sehingga dapat mewujudkan bangsa yang bermartabat. Dibekali dengan kemampuan dan keterampilan dalam mengolah semua jenis informasi.


Perpustakaan sebagai salah satu wadah mendapatkan informasi dan pemberdayaan masyarakat belum maksimal di akses oleh masyarakat. Padahal menurut Pawit (1988) bahwa perpustakaan sebagai pusat informasi yang penting bagi masyarakat penggunanya. Di perjelas pula dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan bahwa perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian informasi dan rekreasi para pemustaka.


Hadirnya perpustakaan desa dan perpustakaan komunitas (TBM / rumah baca) menjadi salah satu wujud nyata mendekatkan akses dan layanan membaca ke masyarakat. Kehadiran layanan membaca ini memberikan dampak pada aksebilitas yang lebih inklusif. Pengelola dengan segala keterbatasan dan kemampuannya berupaya memberikan layanan membaca agar aktivitas membaca dengan ragam jenis dan bentuk literasi dapat dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Semua itu dijalankan oleh relawan literasi, yang tanpa pamrih dan lelah menyusuri kesunyian jalan, kebisingan kota, dan jalanan berdebu serta becek. Tujuannya agar bahan bacaan dapat sampai dan diakses oleh semua kalangan masyarakat.


Relawan literasi memilih jalan-jalan pengabdian sosial kesukarelaan ditengah hiruk pikuk kebangsaan yang distrup. Relawan-relawan ini memilih membuat dan menciptakan peradaban mereka dengan menjadikan bahan bacaan (buku) sebagai media. Mereka menyakini bahwa hanya dengan bukulah, maka masyarakat akan mampu menjadi bagian dari peradaban-peradaban ilmiah walau aktivitasnya hanya berbasis kolong rumah, taman-taman baca, dan hamparan lapangan untuk melapak.


Relawan literasi masyarakat (RELIMA) yang merupakan program inisiasi Perpustakaan Nasional, menjadi salah satu upaya memberikan kesempatan bagi para relawan-relawan literasi di daerah untuk ikut terlibat secara nyata demi martabat bangsa. Kehadiran Relima sebagai perpanjangan tangan Perpustakaan Nasional diharapkan dapat memberikan dampingan terhadap para penerima bantuan bahan bacaan bermutu dan bantuan lainnya. Hadir membersamai dan ikut secara partisipatif dalam memberikan edukasi dan kegiatan, pendampingan, serta advokasi literasi.


Perpustakaan desa / kelurahan dan perpustakaan komunitas (TBM / rumah baca) yang selama ini telah menjadi garda terdepan mendekatkan akses layanan membaca. Walau ditengah keterbatasan dan sumber daya yang dimiliki, mereka masih memiliki komitmen dalam upaya peningkatan minat baca masyarakat. Relima hadir dengan memberikan dampingan melalui proses invetarisasi sumber daya pengelola, trik dan tips melakukan advokasi, serta proses penyusunan aktivitas dan gerakan literasi yang lebih inklusif. Proses diskusi yang dilakukan didasari atas potensi dan sumber daya dari masing-masing lokasi perpustakaan desa / kelurahan dan perpustakaan komunitas (TBM / rumah baca).


Turun langsung ke lapangan mendengar keluh kesah dari para relawan dan pengelola semakin meyakinkan para Relima akan pentingnya literasi (bahan bacaan) di tengah masyarakat. Tak perlu mewah, tak perlu anggaran besar, tak perlu pujian, mereka hanya membutuhkan wujud kolaborasi dan dukungan atas semua aktivitas literasi yang akan dijalankan. Kehadiran masyarakat setempat dalam membersamai kegiatan, hadir bersama membaca di perpustakaan desa / TBM / rumah baca menjadi dambaan mereka. Bagi relawan, setiap kata dan kalimat yang terbaca dari buku yang terpajang di rak-rak buku perpustakaan telah memberikan spirit bagi mereka. 


Kadang lelah itu menghampiri, kadang pula mereka ingin meninggalkan aktivitas tersebut, tapi semua sirna jika satu persatu pemustaka datang dengan wajah sumringah dan senyum merekah, menyampaikan kalimat pamungkas, apakah kami boleh membaca di tempat ini kak?. Kalimat yang meluluhlantahkan jiwa dan rasa sang pengelola, darahnya mendidih, matanya memerah, dan denyut jantungnya seakan tak mau berhenti, perasaan yang membuat beban pikiran itu sirna dan diruntuhi semangat membara. Cerita heroik ini, tak hanya satu lokasi, tak hanya satu tempat, tak hanya satu pengelola yang terdengar saat Relima berkunjung.


Luas wilayah dan jarak yang tak berujung tak menyurutkan semangat dan tugas mengunjungi para pengelola dan relawan literasi, yang telah lama mengabdi di pelesok-pelosok desa. Walau kami hanya bersenda gurau dan sekadar saling menyapa, namun semangat tak kunjung padam jika diskusi dan cerita itu telah terpaut satu dengan lainnya. Dengan nada lembut dan ajakan penuh semangat, mari tetap memilih jalan ini sembari melebarkan sayap demi akses layanan yang lebih inklusif.  Ragam pandangan baru, masukan dan konsep kegiatan literasi inklusif pun kami tawarkan, semoga menjadi pelecut dan pemicu bagi mereka untuk terus bergerak.


Akhirnya kegiatan kolaborasi lintas komunitas dan model kegiatan pun terwujud, walau konsepnya sederhana, namun telah memberikan setitik benih kebersamaan dan ajakan kolektif ke masyarakat, khususnya para anak-anak dari kalangan pelajar dan pemuda. Lapak baca sore hari, sembari menyuguhkan teh dingin sehabis membaca menjadi salah bentuk program yang berdampak dan memberi kesan sangat luar biasa. Awalnya hanya anan-anak yang datang berkunjung, tetapi lama kelamaan para orang tua pun ikut menemami. Bahan bacaan di lapak itu pun berhamburan di pilih dan dibaca. 


Sepanjang perjalanan menjadi Relima dalam melihat dan menyaksikan para pengelola dan relawan literasi bergerak, semakin meneguhkan komitmen kami dalam memilih jalan ini. Semangat kolaborasi menjadi kunci dalam memberikan layanan dan akses membaca yang lebih inklusif, semuanya itu harus disertai dengan dukungan advokasi yang lebih variatif agar semangat berliterasi dan bergerak tetap terjaga dan tumbuh.  

Salam Literasi!!!

Penulis: Abdul Jalil Mattewakkang 

RELIMA PERPUSNAS RI - Lokus Kabupaten Takalar 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tim BKP-PK Psikologi UNM Gelar Program Pendampingan “Tabung Emosi” Bagi WBP Lapas Kelas IIB Takalar

Aklamasi, Alauddin Torki Pimpin KONI Takalar Dalam Rapat Pleno

Gelar Rapat Persiapan, Panitia Konferkab PGRI Takalar Matangkan Pelaksanaan