Singaraka I Raya Manngerang Panrannuang (Cahaya di Timur Membawa Harapan)


Tari Balira Dan Lighting Penutupan MTQ XXXIII Sulsel Di Kabupaten Takalar


Oleh: Mohammad Ikhwan M.

(Dosen ISBI Sulsel)

Pra Tari Kolosal

Pembukaan MTQ Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan XXIII yang digelar di Takalar membawa angin segar dengan hadirnya visual mapping karya kolaborasi dosen, mahasiswa, dan alumni ISBI Sulawesi Selatan. Melalui Sanggar Seni Ataraxia yang dipercayakan sebagai penanggung jawab Tari Kolosal oleh pemerintah daerah, mereka kemudian mengajak ISBI untuk berkolaborasi dalam memadukan karya seni dan teknologi dalam satu kesatuan pertunjukan. Tentunya ini kesempatan menarik untuk ISBI, terlebih melihat lokasi kampusnya berada di Kabupaten Takalar. Atas dasar itu, pada akhirnya Sanggar Seni Ataraxia dan ISBI menyepakati untuk berproses bersama menggarap karya Tari Kolosal dalam menyambut Opening MTQ, Hari Kamis, 2 Mei 2024.

Persiapan dimulai dengan riset lapangan pada bulan Februari, tim mengunjungi beberapa tempat situs sejarah untuk menggali pengetahuan, khususnya pada jejak peradaban Islam di Takalar yang akan dituangkan sebagai landasan ide/gagasan karya Tari Kolosal. Adapun daerah yang dikunjungi yakni Sanrobone, Lipang Bajeng, Cikoang, dan Galesong. Observasi ini merupakan perkenalan awal untuk membentuk konsep secara umum, mulai dari tari, musik, maupun visualisasi mappingnya. Kemudian, setelah konsep disepakati, tim membuat rancangan jadwal latihan dengan mengundang lebih dari 300 siswa mereka mewakili SMP, MTS, SMA, MA se-Kabupaten Takalar. 


Dibutuhkan sekitar seminggu jadwal untuk mengumpulkan peserta penari. Setelah semua penari registrasi, jadwal latihan ditentukan pada minggu kedua di bulan Maret. Secara keseluruhan proses latihan tari kolosal akhirnya rampung pada akhir April yang terhitung sekitar dua bulan prosesnya untuk mendapatkan hasil maksimal.

Menariknya, selain rancangan gerak tari, juga ada rancangan treatment visual mapping sebagai narasi pengantar yang dipadukan dalam pertunjukan Tari Kolosal ini. Sedikit kisah,  ketika tim melakukan perjalanan ke daerah Sanrobone, tepat seusai salat Jumat, Amin D.B sebagai pimpro dengan beberapa tim berniat untuk ziarah ke Makam Datuk Mahkota yang wafat dan dimakamkan di daerah Sanrobone. 


Datuk Mahkota mempunyai latar belakang seorang bangsawan Pagaruyung dan ulama Minangkabau yang menyebarkan Islam di Kerajaan Gowa pada abad ke-16. Kedatangan kami ke makam merupakan sebagai bentuk penghormatan kepada beliau yang telah menjadi sumber cahaya kehidupan dalam penyiaran Islam di Takalar. Dalam perjalanan ke lokasi ini, tidak ada yang kami niatkan selain appatabe, berharap semua berjalan dalam koridor kebaikan, ungkap Amin D.B. Dalam istilah Makassar sendiri, kegiatan ini dinamakan proses appatabe yang berarti memohon izin sebagai suatu sikap santun tanda penghargaan kepada manusia.


Opening Tari Kolosal

Kamis, 2 Mei 2024, Lapangan Makkatang Dg. Sibali dipenuhi penonton yang menanti kemeriahan pembukaan acara, khususnya pada Tari Kolosal. Ini menjadi moment langka sehingga direspon banyak kalangan masyarakat Takalar yang rela menonton walaupun di sudut luar lapangan. Acara ini dihadiri oleh PJ. Gubernur Sulawesi Selatan didampingi PJ. Bupati Takalar serta Sekda Takalar. Ribuan penonton antusias menyaksikan opening MTQ ini di antaranya ialah para petinggi 24 Kab/Kota, para kafilah perwakilan daerah, serta masyarakat Takalar.

Dari berbagai rangkaian acara, satu hal yang paling menaruh perhatian ialah garapan Tari Kolosal yang mengangkat tentang sejarah masuknya Islam di Takalar, kemudian dikemas dalam paduan seni dan teknologi. Secara keseluruhan, Tari Kolosal berdurasi 20 menit, diawali dengan visual mapping yang menerangi kubah-kubah sebagai latar dari panggung utama. Kemudian, pada sisi kiri dan kanan LED panggung ditampilkan short video documentary yang memberikan tampilan visualisasi tentang sejarah Islam di Takalar. 

Selain itu, ada pula sajian simbol yang merepresentasikan ciri khas Takalar yang disajikan dalam visual mapping di awal pembuka Tari Kolosal. Adapun di antaranya ialah Lipang yang menjadi simbol daerah Lipang Bajeng, simbol ini menggambarkan gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia; tradisi Maudu Lompoa yang mewakili daerah Cikoang yang bermakna tanda syiar Islam yang dibawa oleh Sayyid Jalaluddin Al-Aidid pada abad ke 17; Patorani yang merupakan warisan para Tubarani Galesong mengenai pengetahuan dalam menangkap ikan torani (ikan terbang), dan ditutup visual Benteng Sanrobone yang merupakan situs jejak peradaban Islam, Masjid Tua Baitul Maqdis, serta makam tokoh bangsawan Datuk Mahkota yang seluruhnya mewakili daerah Sanrobone.

Dalam konteks pertunjukan, ketika visual mapping terus berjalan, satu persatu penari masuk ke dalam lapangan dengan berbagai tarian, yang pertama Tari Assulo (obor), kedua tari Patorani, masuk mengisi komposisi di tengah lapangan, kemudian bergantian dengan tari Pattapi dan Jerami hingga semuanya bersatu, dan dilengkapi tari Jala dan tari Masyarakat pada empat sisi lapangan. 


Ketika lantunan irama sinrilik oleh Arif Dg. Rate perlahan terdengar, semua penari berbalik dan berjalan merespon visual mapping sebuah kapal, suasana pun berganti menjadi lebih haru, terlebih ketika Lantunan syair Sinrilik yang diucapkan:

“Iyami anne angkana-kanai uru battuna karaeng Pattani Malayua, to panritana Pagaruyung Marangkaboa. Maklimbang dolangangi bedeng nasombalang tallasakna nabokoi Sumattara ka sakraki bedeng kalompoanga i lauk ri Malaka. Apaji na soremo ri Sanrobone na mambuaki singarakna Isilanga i raya….”.

“Inilah syair yang mengisahkan kedatangan bangsawan Pattani dari tanah Melayu dan cerdik cendekia dari Pagaruyung Minangkabau. Telah mereka seberangi samudra mengadu nasibnya sebab telah jatuh Malaka. Maka berlabuhlah mereka di Sanrobone dan menyeruaklah cahaya keislaman di tanah timur”. 

Penggalan syair di atas berhasil membawa penonton lintas masa seakan masuk dalam memori masa lalu. Hingga akhirnya Tari Kolosal ini ditutup dengan simbol ko’bang, kubah dan Al-Quran sebagai penggambaran peradaban Islam yang dahulu masuk dan saat ini masih dipercayai oleh masyarakat Takalar.

Hebat, semua bupati-bupati yang duduk berdekatan mengatakan “Keren tarinya dipadukan dengan teknologi”, respon Sekda Takalar. “Saya berjanji berikan standar tinggi di setiap perhelatan event di Takalar dan memberdayakan potensi seniman Takalar yang berkualitas”, lanjutnya. Kreatifitas ini dibuktikan oleh Seniman asal Takalar Amin D.B selaku Pimpro dari latar belakang Sanggar Seni Ataraxia. Ia memberi judul Tari Kolosalnya yakni Panrannuangku yang artinya harapan atau cahaya pengetahuan.

Penari yang berjumlah 333 berlatar belakang dari SMP/MTS, SMA/MA tampil dengan elegan memperlihatkan penutup dengan formasi 33. 

“Sebuah perasaan yang sangat istimewa, karena saya mewakili Takalar untuk bisa tampil dan memeriahkan acara opening.”, ungkap Rizki Amalia penari asal sekolah MA Salaka. “Selama ikut proses, Alhamdulillah banyak mendapat teman, pengalaman dan pengetahuan mengenai ragam tarian.”, ungkap Mutia penari Patorani asal SMAN 3 Takalar.

Inilah persembahan kolaborasi Sanggar Seni Ataraxia dengan ISBI Sul-Sel yang menampilkan hasil riset lokalitas dari sebuah proses, terlebih menghadirkan visual mapping untuk pertama kali. 

“Visual mapping ini adalah sesuatu yang menantang bagi saya. Ini pertama kali mapping dengan bidang sebesar ini, sangat jarang di Takalar, tapi inilah persembahan spesial buat masyarakat Takalar, apapun hasilnya, yang jelas terus belajar”, ungkap Mahasiswa ISBI Daby Shah Rizal selaku visual content. 

Melihat perkembangan yang kini serba digital, teknologi seharusnya dimanfatkan dengan menggarap karya inovatif seperti karya media baru ini. 

“Sebuah karya yang menggabungkan interdisiplin ilmu antara seni dan teknologi. Sesuatu yang segar untuk butta Panrannuangku. Karya ini membuktikan bahwa daerah Takalar mempunyai potensi seniman yang juga patut untuk dipertimbangkan”, ungkap Mohammad Ikhwan M., selaku koordinator visual mapping berlatar dosen Film dan Televisi.


Tari Kolosal Penutupan

Ketika riuh lapangan kembali terdengar, masyarakat Takalar terlihat memenuhi lapangan Makkatang Dg. Sibali dalam menyaksikan penutupan MTQ pada hari Rabu, 8 Mei 2024. Beberapa masyarakat bertanya kepada panitia, “Kapan tarinya mulai, jam berapa?” Dari pertanyaan ini, kita simpulkan bahwa kehadiran Tari menjadi kegemaran dan ketertarikan sendiri bagi masyarakat Takalar. 


Kali ini Tari yang dibawakan adalah Tari Kolosal yang mengambil tema spirit ksatria perempuan di Sanrobone yakni I Fatima Daeng Takontu. Menelesuri jejak I Fatima Daeng Takontu merupakan pembacaan jejak sejarah tentang sosok perempuan pemberani melawan VOC, ia diketahui memimpin para perempuan lokal yang bersenjatakan balira. Ia diberi julukan “Garuda Betina dari Timur” mengikuti keberanian ayahnya yaitu Sultan Hasanuddin yang diberi gelar “Ayam Jantan dari Timur”.

Ide dasar dari penggarapan tari penutup ini bermula dari Risdal Muhayyang, salah seorang koreografer dari latar guru seni SMA 3 Takalar. 

“Bermula dari nilai-nilai kepahlawanan menjadi titik berat, mengapa tari ini penting untuk diekspresikan. Di sisi lain, inilah salah satu karya yang dapat dikembangkan melalui nilai-nilai jejak sejarah serta kebudayaan lokal Takalar. Dalam konteks karya seni, tari ini bisa menjadi motivasi sehingga kedepan lebih banyak lagi tumbuh karya yang tidak terlepas dari nilai-nilai lokal daerah kita”, lanjut Risdal Muhayyang. 

Adapun komposisi dari Tari ini dipenuhi dengan penari perempuan yang dibagi atas dua jenis tari yakni Tari Balira yang menggunakan properti Balira, serta Tari Masyarakat yang tanpa menggunakan Balira. Durasi pertunjukannya sekitar 10 menit, di awal tarian dibuka dengan narasi yang berlatar teks dan animasi dari I Fatima Daeng Takontu juga ayahnya Sultan Hasanuddin. 

“Mewakili ISBI dalam penutup MTQ, saya memberikan sentuhan narasi yang berlatar dua dimensi, minimal visual terkait Fatima dan Baliranya serta ayahnya Sultan Hasanuddin dapat menjadi Cahaya untuk menerangi Tari Kolosal”, ungkap Ari Nugraha, alumnus ISBI.

Iringan musik pada Tari ini lebih kepada ketukan-ketukan yang bernuansa heroik. Konsep Tari Balira yang dibangun oleh tim koreo ini, identik dengan kondisi perang yang terjadi pada pasukan balira Fatima Dg. Takontu, karenanya, ada beberapa instrumen yang lebih ditonjolkan seperti perkusi untuk membangun suasana perang. 

“Sesuai dengan pola gerak tari, beberapa instrumen yang diambil itu memadukan alat musik modern dan tradisional Makassar, seperti pui-pui, gong, suling, bedug, dan lainnya. Kemudian dipadukan dengan musik elektronik dan beberapa sound effect demi membangun suasana menegangkan serta ketukan gerak Tari Balira ini”, ungkap salah satu Tim Pemusik. 

Efektivitas kerja sama yang diperlihatkan dari garapan tari ini tentu tidak terlepas pada manajemen produksi yang berbasis pada kearifan lokal. Semuanya masih berlandaskan pada kegotong-royongan. Beberapa departemen terlihat masih terbuka untuk mengerjakan kebutuhan departemen lain yang dirasa masih butuh bantuan. 

“Kami saling terbuka dan menutupi kekurangan-kekurangan di lapangan, sehingga kebersamaan yang tumbuh dalam produksi tari ini ialah spirit gotong royong, hampir tiap kali kami produksi selalu menggunakan tim yang kurang namun bisa selesai dengan kebahagiaan”, ungkap Amin D.B. 

“Di sisi lain, harapan dari kami di tim pemusik Tari Kolosal ini, dapat mengisi dan  menghidupkan ruang-ruang kreatifitas teman-teman khususnya di lingkungan Takalar, sehingga tidak menghentikan gerak kita dalam menggali kebudayaan setempat untuk dijadikan sebuah karya dalam ragam media seni. Takalar masih punya banyak artefak budaya yang sayang jika tidak kita telusuri kembali dalam rangka melestarikan pengetahuannya.” ungkap Firman Lalla tim pemusik Tari Kolosal. AJM/RedTT.

Penulis: Mohammad Ikhwan M.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Guru Besar FBS UNM Asal Takalar, Launching Terjemahan Al-Qur'an Ke Dalam Bahasa Makassar

Ribuan Warga Padati Buka Puasa Bersama Di Kediaman Orang Tua Irwan Iskandar

Putra Galesong Raih Juara 1 Kepala SMP Inovatif Pada Apresiasi GTK Tingkat Sulsel Tahun 2023